"Ya Allah, jangan kembalikan aku ke keluargakau, dan limpahkanlah kepadaku kesyahidan."
Doa
itu keluar dari mulut `Amru bin Jamuh, ketika ia bersiap-siap
mengenakan baju perang dan bermaksud berangkat bersama kaum Muslimin ke
medan Uhud. Ini adalah kali pertama bagi `Amru terjun ke medan perang,
karena dia kakinya pincang. Di dalam Al-Quran disebutkan: "Tiada dosa
atas orang-orang buta, atas orang-orang pincang dan atas orang sakit
untuk tidak ikut berperang." (Qs Al-Fath:17)
Karena
kepincangannya itu maka `Amru tidak wajib ikut berperang, di samping
keempat anaknya telah pergi ke medan perang. Tidak seorangpun menduga
`Amru dengan keadaannya yang seperti itu akan memanggul senjata dan
bergabung dengan kaum Muslimin lainnya untuk berperang.
Sebenarnya,
kaumnya telah mencegah dia dengan mengatakan: "Sadarilah hai `Amru,
bahwa engkau pincang. Tak usahlah ikut berperang bersama Nabi saw."
Namun `Amru menjawab: "Mereka semua pergi ke surga, apakah aku harus duduk-duduk bersama kalian?"
Meski
`Amru berkeras, kaumnya tetap mencegahnya pergi ke medan perang. Karena
itu `Amru kemudian menghadap Rasulullah Saw dan berkata kepada beliau:
"Wahai Rasulullah. Kaumku mencegahku pergi berperang bersama Tuan. Demi
Allah, aku ingin menginjak surga dengan kakiku yang pincang ini."
"Engkau dimaafkan. Berperang tidak wajib atas dirimu." Kata Nabi mengingatkan.
"Aku tahu itu, wahai Rasulullah. Tetapi aku ingin berangkat ke sana." Kata `Amru tetap berkeras.
Melihat
semangat yang begitu kuat, Rasulullah kemudian bersabda kepada kaum
`Amru: "Biarlah dia pergi. Semoga Allah menganugerahkan kesyahidan
kepadanya."
Dengan terpincang-pincang `Amru akhirnya ikut juga
berperang di barisan depan bersama seorang anaknya. Mereka berperang
dengan gagah berani, seakan-akan berteriak: "Aku mendambakan surga, aku
mendambakan mati: sampai akhirnya ajal menemui mereka.
Setelah
perang usai, kaum wanita yang ikut ke medan perang semuanya pulang. Di
antara mereka adalah "Aisyah. Di tengah perjalanan pulang itu `Aisyah
melihat Hindun, istri `Amru bin Jamuh sedang menuntun unta ke arah
Madinah. `Aisyah bertanya: "Bagaimana beritanya?"
"Baik-baik ,
Rasulullah selamat Musibah yang ada ringan-ringan saja. Sedang
orang-orang kafir pulang dengan kemarahan, "jawab Hindun.
"Mayat siapakah di atas unta itu?"
"Saudaraku, anakku dan suamiku."
"Akan dibawa ke mana?"
"Akan dikubur di Madinah."
Setelah
itu Hindun melanjutkan perjalanan sambil menuntun untanya ke arah
Madinah. Namun untanya berjalan terseot-seot lalu merebah.
"Barangkali terlalu berat," kata `Aisyah.
"Tidak. Unta ini kuat sekali. Mungkin ada sebab lain." Jawab Hindun.
Ia
kemudian memukul unta tersebut sampai berdiri dan berjalan kembali,
namun binatang itu berjalan dengan cepat ke arah Uhud dan lagi-lagi
merebah ketika di belokkan ke arah Madinah. Menyaksikan pemandangan aneh
itu, Hindun kemudian menghadap kepada Rasulullah dan menyampaikan
peristiwa yang dialaminya: "Hai Rasulullah. Jasad saudaraku, anakku dan
suamiku akan kubawa dengan unta ini untuk dikuburkan di Madinah. Tapi
binatang ini tak mau berjalan bahkan berbalik ke Uhud dengan cepat."
Rasulullah berkata kepada Hindun: "Sungguh unta ini sangat kuat. Apakah suamimu tidak berkata apa-apa ketika hendak ke Uhud?"
"Benar
ya Rasulullah. Ketika hendak berangkat dia menghadap ke kiblat dan
berdoa: "Ya Allah, janganlah Engkau kembalikan aku ke keluargaku dan
limpahkanlah kepadaku kesyahidan."
"Karena itulah unta ini tidak
mau berangkat ke Medinah. Allah SWT tidak mau mengembalikan jasad ini ke
Madinah" kata beliau lagi.
"Sesungguhnya diantara kamu sekalian
ada orang-orang jika berdoa kepada Allah benar-benar dikabulkan.
Diantara mereka itu adalah suamimu, `Amru bin Jumuh," sambung Nabi.
Setelah
itu Rasulullah memerintahkan agar ketiga jasad itu dikuburkan di Uhud.
Selanjutnya beliau berkata kepada Hindun: "Mereka akan bertemu di surga.
`Amru bin Jumuh, suamimu; Khulad, anakmu; dan Abdullah, saudaramu."
"Ya Rasulullah. Doakan aku agar Allah mengumpulkan aku bersama mereka,: kata Hindun memohon kepada Nabi.
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar